
Badai AS Mereda, Ekonomi RI Masih Lesu
Tekanan ekonomi global yang berasal dari Amerika Serikat mulai mereda. Inflasi di AS yang mulai terkendali dan ekspektasi pasar terhadap pelonggaran kebijakan suku bunga The Federal Reserve (The Fed) seharusnya bisa memberikan angin segar bagi negara berkembang seperti Indonesia. Sayangnya, saat kondisi global membaik, justru indikator ekonomi Indonesia menunjukkan tren yang kurang menggembirakan.
Nilai tukar rupiah masih berada dalam tekanan, meskipun pelemahan dolar AS mulai terlihat. Hingga April 2025, rupiah tercatat belum mampu kembali menguat secara konsisten dan masih bergerak di kisaran Rp 15.800 hingga Rp 16.000 per dolar AS. Kondisi ini turut berdampak pada sektor keuangan, di mana Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) cenderung melemah, mencerminkan rendahnya minat investor dalam negeri maupun asing terhadap pasar modal Indonesia.
Cadangan devisa Indonesia pun mengalami penurunan, sebagai dampak dari intervensi Bank Indonesia untuk menstabilkan rupiah di pasar valuta asing, serta kebutuhan pembayaran utang luar negeri pemerintah dan swasta. Posisi cadangan devisa per akhir Maret 2025 berada di level USD 136 miliar, lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya.
Di sisi lain, faktor domestik juga menjadi tantangan berat bagi perekonomian nasional. Konsumsi rumah tangga yang selama ini menjadi penopang utama pertumbuhan ekonomi mulai mengalami perlambatan. Masyarakat cenderung lebih berhati-hati dalam membelanjakan uang akibat tekanan biaya hidup yang tinggi dan ketidakpastian ekonomi ke depan.
Investasi, baik asing maupun domestik, juga belum menunjukkan perbaikan signifikan. Banyak pelaku usaha masih bersikap wait and see, terutama menjelang pergantian pemerintahan pasca pemilu. Situasi politik yang belum sepenuhnya stabil membuat pelaku pasar cenderung menunda ekspansi dan pengambilan keputusan investasi jangka panjang.
Sementara itu, sektor riil juga menghadapi tantangan berat, mulai dari tingginya biaya produksi, naiknya harga bahan baku impor akibat pelemahan rupiah, hingga lesunya permintaan pasar. Kondisi ini berpotensi menekan daya saing industri dalam negeri dan menghambat pertumbuhan lapangan kerja.
Kebijakan pemerintah dan Bank Indonesia kini menjadi sorotan utama. Diperlukan langkah-langkah strategis yang cepat dan tepat untuk menjaga stabilitas ekonomi serta meningkatkan kepercayaan investor dan masyarakat. Beberapa kebijakan yang perlu diutamakan antara lain:
-
Menjaga stabilitas nilai tukar rupiah melalui intervensi pasar dan diplomasi ekonomi.
-
Mengendalikan inflasi agar tetap berada dalam target yang ditetapkan.
-
Mendorong konsumsi rumah tangga dengan program stimulus yang efektif.
-
Memberikan insentif dan kemudahan bagi pelaku usaha untuk berinvestasi.
-
Memastikan proses transisi pemerintahan berjalan kondusif dan minim gejolak.
Jika tidak segera ditangani, risiko pelemahan ekonomi domestik bisa semakin besar dan berpotensi memperlambat proses pemulihan yang sedang berjalan. Terlebih, negara-negara tetangga mulai menunjukkan tanda-tanda pemulihan lebih cepat, yang bisa membuat Indonesia tertinggal dalam kompetisi ekonomi kawasan.